Bahan Kimia Pengawet Pangan: Jenis, Fungsi, dan Batas Aman Menurut Regulasi BPOM
Dalam industri pangan modern, penggunaan bahan kimia sebagai pengawet telah menjadi hal yang umum untuk menjaga kualitas, keamanan, dan daya tahan produk makanan. Pengawet berfungsi memperlambat atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme, oksidasi, serta reaksi kimia lain yang dapat menyebabkan makanan rusak. Beberapa bahan kimia yang paling sering digunakan antara lain natrium benzoat, asam sorbat, dan natrium nitrit. Namun, penggunaannya tidak boleh sembarangan karena dosis berlebih dapat membahayakan kesehatan. Oleh sebab itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menetapkan regulasi ketat mengenai batas aman penggunaannya.
1. Pentingnya Penggunaan Bahan Kimia Pengawet
Dalam sistem produksi pangan modern, pengawet kimia berperan besar untuk menjaga produk tetap aman dikonsumsi hingga sampai ke tangan konsumen. Tanpa pengawet, bahan makanan seperti minuman ringan, saus, daging olahan, atau makanan kaleng akan cepat rusak karena aktivitas mikroba. Proses distribusi dan penyimpanan yang panjang memerlukan perlakuan tambahan agar produk tetap layak konsumsi.
Selain itu, pengawet kimia juga membantu mempertahankan warna, rasa, dan aroma produk agar tetap stabil selama masa simpan. Dalam praktiknya, pengawet kimia digunakan bersama teknologi lain seperti pendinginan, pengemasan kedap udara, atau pengeringan untuk hasil yang lebih optimal. Namun, setiap jenis pengawet memiliki fungsi dan batas penggunaannya sendiri yang harus disesuaikan dengan jenis makanan dan ketentuan hukum.
2. Jenis-Jenis Bahan Kimia Pengawet yang Umum Digunakan
a. Natrium Benzoat (Sodium Benzoate)
Natrium benzoat adalah garam natrium dari asam benzoat, sering digunakan sebagai pengawet dalam makanan dan minuman yang memiliki pH rendah, seperti minuman ringan, kecap, saus tomat, jus buah, serta acar. Zat ini bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri, jamur, dan ragi melalui penurunan aktivitas enzim di dalam sel mikroba.
Efektivitas natrium benzoat paling tinggi pada kondisi asam (pH di bawah 4,5). Oleh karena itu, penggunaannya sangat umum dalam produk berbasis asam seperti minuman berkarbonasi dan dressing salad. Di luar fungsi pengawet, natrium benzoat juga digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik.
Batas aman penggunaan menurut BPOM: BPOM menetapkan batas maksimum penggunaan natrium benzoat sebesar 1.000 mg/kg (1 gram per kilogram produk makanan atau minuman). Jumlah ini disesuaikan dengan standar internasional seperti Codex Alimentarius. Penggunaan melebihi batas tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti iritasi lambung, gangguan metabolisme, dan dalam kasus ekstrem dapat berpotensi memicu alergi atau hiperaktivitas pada anak-anak.
b. Asam Sorbat dan Garamnya (Kalium Sorbat)
Asam sorbat adalah asam lemah alami yang banyak digunakan sebagai pengawet pada makanan kering, roti, keju, yoghurt, margarin, dan minuman ringan. Bentuk garamnya, yaitu kalium sorbat, lebih sering digunakan karena mudah larut dalam air dan efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur dan khamir tanpa mengubah cita rasa produk.
Asam sorbat bekerja dengan mengganggu fungsi membran sel mikroorganisme, sehingga menghentikan reproduksi dan pertumbuhan. Salah satu keunggulan asam sorbat dibanding pengawet lain adalah keamanannya yang tinggi dan minim efek samping jika digunakan sesuai takaran.
Batas aman penggunaan menurut BPOM: BPOM mengatur bahwa penggunaan asam sorbat dan garamnya tidak boleh melebihi 1.000 mg/kg bahan makanan. Pada produk susu fermentasi seperti yoghurt, batasnya lebih rendah, yaitu sekitar 500 mg/kg. Konsumsi berlebihan dapat menyebabkan iritasi ringan pada lambung, tetapi dalam dosis yang diizinkan zat ini termasuk dalam kategori aman (Generally Recognized as Safe atau GRAS) oleh FDA dan FAO/WHO.
c. Natrium Nitrit dan Natrium Nitrat
Natrium nitrit (NaNO₂) dan natrium nitrat (NaNO₃) adalah pengawet yang banyak digunakan pada produk daging olahan seperti sosis, ham, kornet, dan bacon. Kedua senyawa ini berfungsi mencegah pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum, penyebab penyakit botulisme yang mematikan. Selain itu, nitrit juga membantu mempertahankan warna merah khas daging dan memberikan aroma khas yang disukai konsumen.
Namun, penggunaan nitrit harus sangat hati-hati karena jika bereaksi dengan asam amino dalam suhu tinggi, dapat membentuk nitrosamin, senyawa yang bersifat karsinogenik (dapat memicu kanker). Oleh karena itu, dosis penggunaannya dibatasi secara ketat oleh lembaga pengawas pangan.
Batas aman penggunaan menurut BPOM: BPOM menetapkan bahwa kadar maksimum natrium nitrit dalam produk daging tidak boleh melebihi 125 mg/kg, sedangkan natrium nitrat dibatasi hingga 500 mg/kg. Selain itu, penggunaan antioksidan seperti asam askorbat (vitamin C) sering ditambahkan untuk mencegah pembentukan nitrosamin selama proses pemanasan.
3. Mekanisme Kerja Pengawet Kimia
Setiap jenis pengawet memiliki mekanisme kerja berbeda tergantung pada struktur kimianya. Secara umum, pengawet kimia bekerja melalui salah satu atau kombinasi dari tiga mekanisme berikut:
- Menghambat aktivitas enzim mikroba: Beberapa pengawet seperti natrium benzoat bekerja dengan menonaktifkan enzim penting dalam metabolisme mikroorganisme.
- Mengganggu permeabilitas membran sel: Asam sorbat dan garamnya merusak dinding sel mikroba sehingga zat nutrisi tidak dapat dipertahankan.
- Mengoksidasi atau mereduksi senyawa penting: Nitrit bertindak sebagai agen pengoksidasi yang menghambat pertumbuhan bakteri anaerob seperti C. botulinum.
4. Dampak Penggunaan Berlebih terhadap Kesehatan
Meskipun pengawet kimia memiliki banyak manfaat, penggunaan yang berlebihan dapat menimbulkan efek negatif terhadap tubuh manusia. Berikut adalah beberapa dampak yang dapat muncul akibat konsumsi berlebihan:
- Natrium benzoat: Dapat menyebabkan reaksi alergi, asma, atau hiperaktivitas pada anak-anak, terutama jika dikombinasikan dengan pewarna sintetis.
- Asam sorbat: Dalam dosis tinggi bisa menyebabkan iritasi kulit atau gangguan pencernaan ringan.
- Nitrit dan nitrat: Dapat bereaksi membentuk nitrosamin yang berpotensi menyebabkan kanker jika dikonsumsi terus-menerus dalam jumlah tinggi.
Oleh karena itu, industri pangan diwajibkan mengikuti standar penggunaan yang telah ditetapkan BPOM agar produk tetap aman dikonsumsi. Selain itu, masyarakat juga perlu membaca label kemasan dan memperhatikan kandungan bahan pengawet sebelum membeli produk makanan.
5. Regulasi BPOM dan Standar Internasional
Di Indonesia, pengawasan penggunaan bahan pengawet kimia diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 36 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP). Regulasi ini memuat daftar lengkap bahan tambahan yang diizinkan beserta batas penggunaannya untuk tiap kategori makanan. Selain BPOM, pedoman internasional seperti Codex Alimentarius dari WHO dan FAO juga menjadi acuan global dalam menentukan ambang batas aman.
Regulasi ini tidak hanya mencakup pengawet, tetapi juga pewarna, pemanis, pengental, dan penstabil. Setiap produsen wajib mencantumkan bahan tambahan pangan secara jelas pada label kemasan agar konsumen dapat mengetahui informasi kandungan produk yang dikonsumsi.
6. Alternatif Pengawet Alami
Tren gaya hidup sehat dan kesadaran konsumen terhadap bahan kimia mendorong industri pangan untuk mencari alternatif pengawet alami. Beberapa di antaranya adalah ekstrak rosemary, minyak esensial kayu manis, asam sitrat dari jeruk, serta senyawa antimikroba alami seperti nisin dan lysozyme. Pengawet alami ini umumnya lebih aman, meskipun efektivitasnya terkadang lebih rendah dibanding pengawet sintetis.
Selain itu, kombinasi antara pengawet alami dan teknologi seperti modified atmosphere packaging (MAP) atau cold chain system kini banyak diterapkan untuk memperpanjang masa simpan produk tanpa menimbulkan risiko kesehatan.
7. Edukasi dan Kesadaran Konsumen
Peningkatan literasi konsumen terhadap bahan tambahan pangan sangat penting. Banyak masyarakat masih belum memahami perbedaan antara “berbahaya” dan “tidak aman jika berlebihan”. Padahal, semua bahan kimia termasuk air sekalipun bisa berbahaya bila dikonsumsi secara berlebihan. Oleh karena itu, masyarakat perlu memahami bahwa penggunaan bahan pengawet kimia dalam batas yang diizinkan justru membantu menjaga keamanan makanan dari mikroorganisme patogen.
Selain itu, penting juga untuk mengenali kode E-number yang sering digunakan pada label makanan internasional, seperti E211 (sodium benzoate), E200 (sorbic acid), dan E250 (sodium nitrite). Pengetahuan ini membantu konsumen untuk lebih selektif dalam memilih produk yang aman dan berkualitas.
8. Kesimpulan
Bahan kimia pengawet seperti natrium benzoat, asam sorbat, dan natrium nitrit merupakan komponen penting dalam industri pangan modern. Ketiganya berfungsi untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme, memperpanjang masa simpan, dan menjaga kualitas produk. Namun, penggunaannya harus mengikuti batas aman yang telah ditetapkan oleh BPOM dan lembaga internasional untuk menghindari dampak negatif bagi kesehatan.
Penerapan regulasi yang ketat, inovasi teknologi, serta edukasi kepada masyarakat menjadi kunci utama agar pengawet kimia dapat dimanfaatkan secara optimal dan bertanggung jawab. Dengan demikian, konsumen dapat menikmati makanan yang tidak hanya lezat, tetapi juga aman, sehat, dan tahan lama.
Dengan memahami fungsi dan batas aman bahan pengawet, kita dapat lebih bijak dalam memilih serta mengonsumsi produk pangan sehari-hari. Inovasi dan pengawasan yang berkelanjutan akan menjadi dasar penting bagi keamanan pangan di era modern ini.

0 Komentar